Regulasi di Tanah Air, Indonesia Ku !
Saya Meka Saima Perdani, awardee
PMDSU Universitas Indonesia Batch III.
Program PKPI-sandwich like yang
saya dapatkan selama enam bulan di Tokyo University of Agriculture and
Technology menjadi wadah untuk tercapainya tujuan studi Doktoral saya. Saya
menjajakkan kaki ke Jepang pada tanggal 22 November 2019.
18 Mei 2020, adalah jadwal
penerbangan untuk kembali ke tanah air tercinta, Indonesia. Ya, harus pulang ke
Indonesia ditengah pandemic disebabkan program yang sudah usai dan visa yang
habis. Ada drama yang begitu luar biasa, penuh kejutan dan membuat saya
terheran-heran akan regulasi yang dibuat oleh Pemerintah kita.
Tiket sudah digenggam, namun
terdapat notes bahwa Health Certificate (HC) dibutuhkan. Tidak ada penjelasan
terkait apakah HC tersebut termasuk claim hasil test COVID-19 atau tidak.
Alhasil, saya pun menghubungi maskapai GI. Maskapai tersebut pun mengatakan
sebaiknya ditanyakan lebih lanjut ke maskapai J*L (karena kedua maskapai ini
bekerja sama dalam rute HND-CGK). Baik, stelah dihubungi pun, informasi yang
saya dapatkan adalah mereka meminta saya untuk bertanya kepada KBRI Tokyo
terkait HC. Yang saya pertanyakan, apakah ini ketentuan dari pemerintah atau
dari maskapai? Sebab informasi nya tidak jelas dan dialihkan satu sama lain.
Sebagai preventing karena
khawatir tidak dapat flight tanpa HC. Saya menghubungi sensei menanyakan lokasi
pelayanan kesehatan di Tokyo yang dapat melayani cek kesehatan dan swab untuk
RT-PCR. Beliau merespon bahwa, “It’s almost impossible for you even to take
rapid test COVID-19 since you have no symptoms”. Jadi, regulasi di Jepang
adalah tidak ada pelayanan rapid test COVID-19 jika tanpa gejala, terlebih
ingin rapid test hanya untuk keperluan dokumen pendukung.
Dengan segala kejanggalan, biidznillah,
akhirnya saya pun berangkat ke bandara Haneda (18 Mei 2020, 07.40 JST). Di
depan counter check in, petugas meminta Health Certificate sebagai syarat untuk
terbang. Saya, beserta penumpang lain yang tidak mengetahui secara jelas
mengenai informasi ini pun terpaksa harus ke klinik bandara yang melayani
general health check. Serombongan saya pada saat itu yaitu para pemuda kensyu
(magang). Untuk general health check membutuhkan biaya sebesar ¥11.830
atau sekitar 1.5 Juta rupiah. Saya, yang hanya seorang mahasiswa dan berada di
akhir program, yen yang saya pegang saat itu hanya tak lebih dari ¥2000. Tidak ada cukup waktu untuk mencari ATM machine untuk withdraw. Para pemuda kensyu itu pun kebingungan, sebab mereka kembali ke Indonesia karena
habis kontrak. Mereka saling bantu satu sama lain untuk mengcover biaya HC ini.
Speechless, saya termenung di depan counter check-in melihat orang-orang yang
panik sama hal nya seperti saya. Masih penasaran, saya tanyakan kembali ke
petugas “How if I didn’t have health certificate? “, “You can’t flight Ms” They
said.
Klinik di Haneda
Airport
Qodarullah, ada seorang Pemuda
yang sungguh baik. Beliau menolong saya untuk meng-cover terlebih dahulu untuk
General Health Check. Allahurabbi, Allah maha baik. DitolongNya saya melalui
tangan Pemuda tersebut. Maka, Alhamdulillah saya pun dapat melanjutkan
perjalanan.
Health Certificate
11.10 JST, boarding time. Di dalam
pesawat diberlakukan ketentuan physical distancing. Hanya sedikit penumpang
pada saat itu, mungkin tidak sampai 25 orang. Bahkan saya bisa menghitung
jumlah penumpang wanita dalam pesawat kami, terdapat 5 orang wanita (termasuk
saya).
Kondisi di dalam
Pesawat masa Pandemic
17.45 WIB, CGK Jakarta Indonesia.
Setibanya di Bandara Soekarno
Hatta, kami semua diarahkan untuk mengisi borang dengan headline “SURAT
PENGANTAR KARANTINA”. Langsung diarahkan untuk mengisi, tanpa edukasi, informasi
maupun klarifikasi. Setelah mengisi formulir kami digiring untuk antri
pengecekan suhu, saturasi dan nadi. Selanjutnya ke bagian meja lain untuk rapid
test COVID-19. Berdasarkan rapid test, hasil antibody test milik saya ialah
Non-Reactive artinya negative COVID-19. Surat Pengantar Karantina tersebut akan
diberi stampel hasil rapid-test. Di tahap ini pun kami tidak dijelaskan mengapa
harus karantina meski hasil uji COVID-19 menunjukkan negative.
Surat Pengantar
Karantina
Hasil Rapid-test
COVID-19
Yang membuat saya heran, di
Jepang saja sangat sulit untuk rapid test jika kita tidak memiliki gejala COVID-19.
Mungkin mereka ingin membuat penanganan menjadi lebih efisien dan tepat
sasaran. Lain halnya di Negeri Tercinta kita ini. Setelah semua WNI melalui
rapid test, maka akan ada tahap selanjutnya untuk lebih memastikan hasil uji,
yaitu SWAB test (pengambilan sampel swab dari rongga nasofaring).
Real Time Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR) merupakan teknik amplifikasi yang memiliki sensitivitas dan
spesifitas yang tinggi. Selain itu, memang sudah diakui oleh WHO menjadi metode
yang akurat dalam menganalisa SARS-CoV-2 maupun COVID-19. Akan tetapi, bisa
dibayangkan berapa banyak WNI yang kembali ke Indonesia dari berbagai Negara
dan harus melakukan uji swab. Memadai kah tenaga kesehatan kita dan para analis?
Belum lagi jumlah pasien yang sudah positive dan butuh penanganan saat ini
sangat tinggi. Bagaimana nasib para medis?
Kami, WNI yang kembali ke Indonesia
dicurigai sebagai OTG (Orang Tanpa Gejala) maka dari itu harus dilakukan
rapid-test dan Swab. Menanggapi kebijakan ini memang sebetulnya sangat Ideal.
Namun, idealisme ini nampaknya kurang mempertimbangkan kenyataan di lapangan.
Tidak adanya informasi yang
terbuka. Setelah melewati tahap rapid test COVID-19, maka kami diarahkan untuk
ke bagian imigrasi, stampel kedatangan di Indonesia pada paspor. Paspor kami
semua DITAHAN. Saat saya tanya ke bagian imigrasi, “Paspor saya mana?”,
jawabannya “Nanti akan dibagikan DI LUAR”. Baik, akhirnya saya dan penumpang
yang lainnya pun keluar bandara, tanpa pengawalan ketat, kami diarahkan ke bus
DAMRI untuk digiring ke tempat karantina WISMA ATLET C2 PADEMANGAN. Banyak
penumpang yang tidak mengetahui akan informasi ini, mereka kaget, heran dan
tidak sedikit yang menangis. Bagian Imigrasi pun sudah bisa dinyatakan tidak
memberikan informasi yang benar kepada kami. Ternyata PASPOR kami DITAHAN bukan
dibagikan DILUAR! Hal ini untuk menjamin agar tidak ada ODP yang melarikan
diri. Apa salahnya jika jujur dan diedukasi saja bahwa butuh PASPOR sebagai
jaminan? Agaknya, WNI pun cukup pintar jika diedukasi dan diberikan protocol
yang jelas terlebih dahulu.
20.46 WIB, Setibanya di WISMA
ATLET, tidak ada lagi arahan dan pengawasan ketat untuk tahap per-tahap. Tidak
ada protocol yang jelas, bahkan tanda tahapan seperti banner/poster pun tidak
ada. Padahal jika masa demokrasi politic, kita bisa temui banyak spanduk/poster
yang menarik untuk promosi. Yang saya amati malam itu,
physical distancing sangat tidak diterapkan. Dengan sisa energy, kami berupaya
untuk menderek barang bawaan kami menuju Lobby WISMA ATLET.
Tidak tampak seperti tempat
karantina. Mungkin lebih tepatnya seperti camp.
Kenapa saya bisa bilang seperti
itu? Karena di pagar luar WISMA ATLET ini berjajar para pedagang yang turut
ikut ambil kesempatan untuk mengumpulkan pundi-pundi uang. Yang mereka pahami
bukan resiko, tetapi bagaimana caranya untuk mengais rezeki demi keluarganya.
Para warga penghuni WISMA ATLET dengan santai nya mengopi, makan dan
bergerombol. No... There’s no physical distancing.
Para petugas tentunya banyak, Abdi
Negara (TNI) dikerahkan untuk mejaga WISMA ATLET ini. Namun, tak paham mengapa
bisa terjadi kejadian seperti tersebut. Bukan kah ini malah akan membahayakan
masyarakat sekitar WISMA ATLET? Mereka bukanlah termasuk kategori ODP karena
habis bepergian dari Luar Negeri.
Kejanggalan lain pun dirasakan
pada pembagian kamar. Kami diberikan satu ruang dengan jumlah 2-3 orang, secara
random. Beruntung jika kalian pergi bersama dengan keluarga atau teman.
Artinya, kalian akan satu kamar dengan orang yang kalian kenal, orang yang
kalian tau Travel Track nya.
Kami hanya diberikan “nomer
kamar” pada formulir pengantar Swab test, bukan kunci. Nomer di formulir ini
sebagai penunjuk untuk kamar mana yang harus kami tempati.
Di formulir tersebut tertuliskan
bahwa saya ditempatkan di lantai 17. Penggunaan lift pun tidak terkontrol,
berdesakan, adu bahu dan tidak jarang juga ada saja adu mulut karena lelah dan
emosi. Finally, physical distancing rule pun gagal diterapkan. Bukan kah ini
semakin berbahaya?
WNI Pendatang Baru (Antri
untuk akses Lift)
Pembagian kamar untuk para
penghuni WISMA, kamar yang didapatkan ini tanpa kunci. Layaknya kamar yang
tanpa kunci, maka artinya everyone can get in and get out. So, What about the
sterilization?
We never ever know!
Kita tidak tahu siapa orang
sebelumnya yang menempati kamar tersebut, hasil rapid/ RT PCR nya seperti apa,
sudah disterilkan kah kamarnya, semua nya kejutan.
Hanya bisa berserah,
mempersiapkan diri dan menciptakan rasa aman sendiri.
Kamar yang kami dapatkan pun
seperti sudah disinggahi. Sprei kasur tidak tertata, lantai kamar yang penuh
dengan jejak kaki. Karena desinfektan yang dibawa dalam jumlah terbatas, hanya
kasur yang saya semprotkan. Walau seperti bercanda, namun mungkin saja bisa
dihitung sebagai ikhtiar… Saya dan room-mate, kami membersihkan lantai ruangan
dengan menggunakan tissue. Sungguh terbatas! Lagi-lagi, dengan keterbatasan
ini, semoga bisa terhitung sebagai ikhtiar kami dalam menjaga kebersihan dan
kesehatan.
Metode Keamanan Pintu
(Tas disenderkan ke pintu sebagai pemberat)
Kami mengikuti prosedur dari
petinggi yang informasinya tidak pernah kami dapatkan. Hak kami dalam
mendapatkan informasi yang jelas, terabaikan.
Nampaknya, saat ini kita sedang
berada di era Revolusi 4.0, salah satu kecanggihan teknologi dalam menyebarkan
informasi seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal. Namun, rupanya tidak
untuk kasus ini.
Ribuan WNI dari Luar Negeri
ditampung dalam WISMA ATLET. Distribusi air minum dan makanan tidak
terorganisir dengan baik. Para warga wisma saling bersentuhan berebut untuk
mendapat jatah makan. Kalau tidak berebut, maka tidak makan. Untuk menyiasati
jadwal makan, saya dan room-mate saya pun mengambil jatah makan siang untuk
berbuka puasa dan jatah makan malam untuk sahur. Para warga dilarang untuk
keluar mencari makan, namun dibolehkan untuk memesan makan online. Di luar
gerbang, banyak para driver ojek online yang mengantarkan makanan. Artinya,
para warga harus berkeliaran disekitar wisma untuk mendapatkan makan. Air
transmission virus apakah mungkin terjadi? Wallahu’alam.
22.36 WIB, Saya mengikuti antrian
di lantai 3 untuk pengambilan sampel swab. Setelah sampel diambil maka saatnya
anda untuk dituntut turut aktif dalam mencari informasi mengenai kapan hasil
tersebut akan keluar. Konon, hasil swab bisa didapat setelah 1-2 hari. Namun,
kenyataannya rekan saya yang sudah tinggal disini sejak 15 Mei 2020 baru
mendapatkan hasil swab dan surat jalan setelah lima hari. Jika ditanya bagaimana rasanya di-swab? Maka jawabannya adalah sangat tidak nyaman dan perih. Benda asing menyerupai cotton bud dengan panjang kurang lebih 7 cm masuk ke dalam rongga hidung anda :)
Antri untuk Pengambilan Sampel Swab
(Physical Distancing diterapkan secara baik dan dikomandokan oleh TNI)
Pengambilan sampel
swab
Yang saya pahami, dalam menguji
sampel RT-PCR ini membutuhkan minimal 25 siklus untuk satu kali running
amplifikasi. Reagent yang digunakan merupakan reagen spesifik dan relative mahal. Satu plot mesin RT-PCR terdapat kurang lebih 100 well. 100 sampel
untuk 3 jam running. Jika satu hari terdapat 500 sampel, maka butuh waktu 15
jam untuk running sampel. Belum lagi waktu untuk analisa hasil RT-PCR,
pembacaan kode genetic hasil dan pembandingan hasil real-time. Proses ini tentu akan menghabiskan cost, energi dan sumber daya manusia yang banyak.
Dari ribuan sampel, petugas
menggunakan pengeras suara untuk memanggil satu per satu nama yang hasil swab
nya sudah keluar. Speaker ini tidak terdengar sampai kamar. Artinya, lagi-lagi
harus keluar kamar dalam mencari informasi. Tidak ada basis system online yang
memfasilitasi untuk mengecek hasil swab tersebut.
Rasanya di Indonesia, kita
memiliki banyak pemuda yang ahli dalam system informasi maupun IT. Mengapa
tidak memanfaatkan generasi emas ini untuk turut serta dalam memfasilitasi
penanganan COVID-19 ini? Kita bukan hidup di era purba yang menggunakan system
kuno. Jika informasi hasil swab dapat diakses oleh para warga dengan system
online, maka mungkin akan mengurangi keramaian. Mungkin juga tidak akan terjadi
demo, seperti yang saya lihat siang itu saat turun untuk ambil jatah makan
siang (20 Mei 2020). Orang-orang berkerumun di depan posko kesehatan untuk
menanyakan hasil swab. Mereka adalah warga yang sudah tinggal di wisma ini
sejak tanggal 15 Mei 2020.
Kerumunan WNI yang Protes di depan Posko Kesehatan
Terhitung dari tanggal 18 Mei 2020 (Malam hari) hingga hari ini (21 Mei 2020), Saya masih bertahan di WISMA ATLET karena belum mendapatkan kabar terkait hasil swab tersebut :")
Alhamdulillah momen penghujung Ramadhan yang begitu banyak pelajaran.
Para medis, abdi Negara, dan
seluruh petugas yang berada di garda terdepan dalam pengendalian COVID-19, saya sangat
yakin mereka hanya menjalankan tugas, taat pada komando pemerintah dan tanggung
jawab atas Sumpah mereka. Namun, apakah orang-orang petinggi sana melihat
realita lapangan dengan mengesampingkan idealism nya?
Jika kebijakan ini menjadi salah
satu pencegahan penularan, maka harus ditemukan antara ekspektasi dan realita
lapangan yang terjadi. Dibutuhkan evaluasi dan ditinjau dari berbagai sudut
pandang. Dengan sistem dan fasilitas yang ada, sangat dikhwatirkan dalam
penampungan WNI disini malah menjadi sumber penularan satu sama lain.
Terlebih, penerbangan domestic
kembali dibuka. Berbodong-bondong orang ingin PULANG KAMPUNG. Para WNI yang
tertahan di WISMA ATLET ini bukan 100% warga JABODETABEK, maka ada kemungkinan setelah
hasil keluar, mereka akan melanjutkan perjalanan untuk PULANG KAMPUNG. Belum
lagi tempat perbelanjaan yang sempat dibuka di tengah pandemic. Berebut orang
ingin membuang UANG.
Sungguh besar yang dihadapi
BANGSA kita ini !!! Para Garda Terdepan, Semangatlah! Semoga kalian diberi
kesehatan prima. “Allah tidak memberi cobaan diluar kemampuan Hamba-Nya”.
Saya menuliskan apa yang diri
saya pribadi alami selama menjadi warga WISMA ATLET C2 Pademangan. Tidak untuk
menyudutkan pihak manapun, namun jika sudut pandang kami dipertemukan mungkin
akan terealisasi visi tersebut.
Karena minimnya informasi. Saya
harap dengan tulisan ini, mungkin dapat menjadi referensi teman-teman sejawat
saya yang ingin kembali ke INDONESIA. Agar tidak kaget, lapang dada,
mempersiapkan mental dan fisik untuk mengikuti regulasi yang diterapkan di
Tanah Air kita tercinta.
Selain itu, saya berharap tulisan ini sampai kepada para petinggi sehingga dapat mengetahui bagaimana realita di lapangan yang sesungguhnya. Dengan itu, mungkin kebijakan ini akan lebih matang dan siap. Tidak lagi Nampak seperti kebijakan dadakan.
Karena yang diuji pada kebijakan ini adalah manusia bernyawa.
Karena yang diuji pada kebijakan ini adalah manusia bernyawa.
21 Mei 2020
Wisma Atlet C2 Pademangan
Jakarta
Meka Saima Perdani
Mahasiswa Doktoral UI yang
kembali ke tanah air
Kak Meka, aku sedih banget bacanya. Semoga aman dan sehat selalu kaka disana.
BalasHapusMbak Meka, sedih bacanya.. Semoga Allah menjaga dan menguatkan Mbak. Saya izin share tulisannya ke rekan-rekan organisasi yang mengawal covid Indonesia, semoga ada perubahan sistem yang lebih baik, informatif, dan efektif.
BalasHapusmba Shintia terimakasih udah share di IG story jd aku bisa baca blog mba Meka ini.
BalasHapusDan mba Meka terimakasih sudah share informasi ini, benar2 bermanfaat buat aku yg berencana pulang ke Indonesia sekitar awal Juli nanti. Sedih dan miris bgt sm kejadian ini, semoga mba Meka sehat selalu yaa, selalu dlm lindungan Allah SWT. aamiin
MasyaAlloh, mba meka... semoga dilindungi Alloh...😭🙏
BalasHapusMeka, semoga kamu selalu diberi kekuatan dan ketabahan ya. Semoga sehat selalu, dan bisa segera ketemu keluarga dirumah. Dan semoga tulisan ini bisa tersampaikan kpd petinggi2 negeri ini, agar menanganan pandemic ini bisa diperbaiki dan berjalan semaksimal mungkin
BalasHapusMba Mekaa semangat yaa
BalasHapusMe, makasih banyak udah peduli dan berani untuk berbagi. Semoga disana baik baik aja dan kamu selalu diberi kekuatan buat ngejalani semuanya ��
BalasHapusSemangat ya mbak.. terima kasih sudah sharing. Semoga mbak sehat selalu dan dilindungi oleh Allah SWT
BalasHapusMbak Meka, sy bisa hub anda via WA di nomer berapa? tlng kirim via email ya mbak.
BalasHapusuntuk semua pelajar di Jepang yg akan pulang ke Indonesia, mhn berkoordinasi dg kantor Atdikbud KBRI Tokyo, dg alamat email di atas, agar bisa di persiapkan dokumen perjalanan repatriasi mandiri dg surat pengantar jalan dr Protkons KBRI Tokyo.
Mbak Meka, sy bisa hub anda via WA di nomer berapa? tlng kirim via email ya mbak.
BalasHapusuntuk semua pelajar di Jepang yg akan pulang ke Indonesia, mhn berkoordinasi dg kantor Atdikbud KBRI Tokyo, dg alamat email di atas, agar bisa di persiapkan dokumen perjalanan repatriasi mandiri dg surat pengantar jalan dr Protkons KBRI Tokyo.
Mbak Meka, sy bisa hub anda via WA di nomer berapa? tlng kirim via email ya mbak.
BalasHapusuntuk semua pelajar di Jepang yg akan pulang ke Indonesia, mhn berkoordinasi dg kantor Atdikbud KBRI Tokyo, dg alamat email di atas, agar bisa di persiapkan dokumen perjalanan repatriasi mandiri dg surat pengantar jalan dr Protkons KBRI Tokyo.
Mbak Meka, sy bisa hub anda via WA di nomer berapa? tlng kirim via email ya mbak.
BalasHapusuntuk semua pelajar di Jepang yg akan pulang ke Indonesia, mhn berkoordinasi dg kantor Atdikbud KBRI Tokyo, dg alamat email di atas, agar bisa di persiapkan dokumen perjalanan repatriasi mandiri dg surat pengantar jalan dr Protkons KBRI Tokyo.
tlng kirim email ke education@kbritokyo.jp
Hapusorangnya sudah ada di indonesia, kirim dokumen lagi untuk apa? Makanya regulasi harus jelas. Masa dari penjelasan diatas, antara maskapai dan pemerintah aja terlihat kurang berkoordinasi? Untuk tes kesehatan pun apa semahal itu apa tidak ada subsidi? heran, kerjanya apa sih pemerintah. Banyak orang yang cuman pengen cari uang dan kekuasan aja sih jadi gitu deh kerjanya. Memanfaatkan teknologi aja ga bisa. Lol
HapusKaa mekaa sedihh banget bacanyaa :( semoga ka meka baik baik aja sampai bertemu dengan keluargaa aminnm
BalasHapusupdate terbaru gimana mbak sekarang? Apakah sudah berhasil keluar dari wisma atlet... sy juga ada rencana pulang ke indo penerbangan dari Taiwan pada bulan Juni. Namun jika membaca informasi ini kok jadi mengerikan.
BalasHapusIya mba saya sudah berhasil keluar dari wisma karantina pd tgl 22 Mei siang hari. Kalau di Taiwan bisa tes RT-PCR mngkin lebih baik mba, jd mba bisa pulang tanpa quarantine di wisma.
HapusHalo semuanya
BalasHapusNama saya Josephine jumawan caballo, saya tinggal di orion bataan, phillipine. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu yang baik karina roland untuk membantu saya mendapatkan pinjaman yang baik setelah saya mengalami pinjaman pinjaman online palsu yang menipu saya untuk mendapatkan uang tanpa memberikan pinjaman, saya membutuhkan pinjaman selama 2 tahun yang lalu untuk memulai bisnis saya sendiri di kota orion bataan tempat saya tinggal dan saya jatuh ke tangan perusahaan palsu di dubai yang menipu saya dan tidak menawarkan saya pinjaman. dan saya sangat Frustrasted karena saya kehilangan semua uang saya ke perusahaan palsu di dubai, karena saya berutang bank saya dan teman-teman saya dan saya tidak punya apa-apa untuk dijalankan, pada hari yang sangat setia teman saya memanggil susan Ramirez setelah membaca kesaksiannya tentang bagaimana dia mendapat pinjaman dari Ny. karina roland, jadi saya terpaksa menghubungi Susan Ramirez dan dia mengatakan kepada saya dan meyakinkan saya untuk menghubungi Ny. karina roland bahwa dia adalah ibu yang baik dan saya dipaksa untuk menaruh keberanian dan saya menghubungi Ny. karina roland dan saya terkejut dengan pinjaman saya yang diproses dan diteruskan dan dalam waktu 6 jam pinjaman saya ditransfer ke akun saya dan saya sangat terkejut bahwa ini adalah keajaiban dan saya harus memberikan informasi tentang kerja yang baik dari ibu karina roland jadi saya menyarankan semua orang yang memerlukan pinjaman untuk menghubungi email Ny. karina roland: (karinarolandloancompany@gmail.com) atau whatsapp hanya +15857083478 dan saya jamin Anda akan memberikan informasi seperti yang telah saya lakukan dan Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut tentang Mrs.karina Rola dan email saya: (josephinejumawancaballo@gmail.com) semoga Tuhan terus memberkati dan mencintai ibu karina roland 'untuk mengubah kehidupan finansial saya.